Pages

Sabtu, 22 Oktober 2011

Tari Jepen di Tarakan

Masyarakat Tarakan Kalimantan Timur akan meluapkan kegembiraan dalam Festival Jepen 2010. Inilah upaya pelestarian seni dan budaya daerah milik masyarakat pesisir pantai itu.


“Saya ini hidup-mati di seni budaya. Salah satunya Jepen,” ungkap Asrani, budayawan dan pelestari tari
Jepen di Kalimantan Timur (Kaltim). Pria asal Kutai Kartanegara itu lantas mengungkapkan kecintaan sekaligus kegundahannya atas seni dan budaya tradisi.

Salah satu yang menjadi perhatian Asrani adalah tari Jepen, seni tari rakyat Kutai yang dipengaruhi kebudayaan Melayu dan Islam. Menurutnya, nasib tari pergaulan yang populer di kalangan masyarakat pesisir pantai itu tak jauh beda dengan tarian tradisi lainnya. Artinya, kata dia, tari Jepen di Kaltim tidak berkembang pesat tapi masih bertahan dan tidak hilang.

“Beberapa daerah yang masih sering mempertunjukan tarian ini misalnya

di Kutai Kartanegara, Berau, Tarakan, Tana Tidung, Bulungan, dan Kutai Timu

r,” sebut pria yang pernah mendirikan sebuah sanggar seni budaya pada 1992.

Layaknya sebuah tari pergaulan, tari Jepen umumnya ditarikan berpasang-pasangan

yang menggambarkan kegembiraan sekaligus rasa syukur. Kostum yang dikenakan pun biasanya semarak dan kaya warna sebagai perlambang keceriaan. Penari pria biasanya bercelana panjang, berbaju Teluk Belangga (lengan panjang) dan bersarung.Sedangkan penari wanita bersarung dan berkebaya dengan model khas daerah masing-masing.

Tarian enerjik ini menggunakan gerak dasar langkah kaki dan lambaian tangan, dengan iringan nyanyian dan irama musik khas Kutai yang disebut Tingkilan. Adapun alat musiknya terdiri dari gambus (sejenis gitar berdawai 6) dan ketipung (semacam kendang kecil). “Tarian ini juga terkadang diselingi pantun berbalas,” ucap Asrani.

Selain di Kalimantan, lanjutnya, Jepen sebagai tarian berbasis Melayu-Islam juga populer di daerah pesisir pantai lainnya seperti Riau dan Sumatera Utara. Bahkan, di Betawi juga berkembang tari Japin yang diiringi musik gambus dan kendang kecil. Secara geografis, Jepen hidup pula di Serawak (Malaysia), Tawi-Tawi (Brunei Darussalam) dan Tawao (Philipina).

“Penamaannya mungkin saja berbeda. Bisa tari Jepen, Japin, atau Zapin. Tapi, nafasnya sama-sama Melayu-Islam,” tutur Asrani.

Sebagai tari pergaulan, Jepen awalnya dilakukan semata-mata untuk kesenangan pelakunya (kelangenan) hingga kemudian menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat pesisir pantai. Saat ada upacara pernikahan atau khitanan, tetamu dihibur dengan tarian ini. Konon, raja-raja Kutai pun sering memesan kesenian rakyat ini untuk merayakan ulang tahunnya atau menyambut Tahun Baru Islam. Selain itu, tari Jepen juga lazim ditampilkan dalam prosesi menyambut tamu kehormatan semisal menyambut menteri.

“Saya berharap generasi penerus bangsa tidak akan pernah meninggalkan seni budaya daerahnya. Kalau dikelola dan dilestarikan dengan baik, seni budaya juga bisa mendatangkan devisa,” tandasnya.

Hapiza, seorang guru tari Jepen dari sanggar Bina Seni Budaya Indonesia (BSBI) di Samarinda punya harapan serupa. Untuk itu, wanita yang sudah lima tahun mengajar tari ini dengan senang hati mengajarkan tari tradisi itu kepada anak-anak TK dan SD di sanggar yang ada di lantai dua rumahnya. Sementara Hapiza dan puteri bungsunya menari Jepen, putra sulungnya dengan lihai memainkan musik Tingkilan.

“Saat ini baru ada 35 anak yang berlatih tari. Namun, melihat anak-anak mengenal dan mencintai tarian daerah sendiri merupakan suatu kebanggaan bagi saya. Memang agak sulit mencari bibit baru karena anak jaman sekarang lebih tertarik nge-band,” tutur ibu dua anak itu.

Hapiza bersyukur karena hampir semua SD saat ini mewajibkan mata pelajaran muatan lokal kesenian daerah sehingga anak-anak tertantang untuk bisa membawakan tarian, teater, dan lagu daerah. Alhasil, anak-anak yang awalnya tidak suka justru kian bersemangat, terlebih jika ada perlombaan atau festival.

“Grup tari pemenang lomba biasanya akan diajak oleh pemerintah untuk pentas keliling di luar kota. Sehingga, tertanam dalam benak anak-anak bahwa tarian daerah pun bisa membawa mereka menjelajahi seluruh Indonesia,” bebernya.

Sejauh ini, sambung Hapiza, grup tari sanggar BSBI telah pentas di sejumlah kota seperti Surabaya, Yogyakarta, Menado, dan Anjungan Kaltim di TMII Jakarta. Ia pun berharap pemerintah memberi perhatian lebih sehingga kesenian daerah bisa lebih sering tampil di luar negeri.

Direktur Promosi Dalam Negeri Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) Fathul Bahri mengatakan, pihaknya sudah sering mengikutsertakan tim tari daerah untuk ikut misi kebudayaan RI di luar negeri. Diantaranya di Malaysia, Brunai Darussalam, Shanghai, Australia, Jerman, hingga Amerika. “Biasanya grup tari pemenang lomba dan yang dinilai bagus itu kita ikut sertakan,” tegasnya.

Menurut Fathul, penyelenggaraan lomba dan festival Jepen juga merupakan cara efektif dalam melestarikan dan menggelorakan semangat kesenian rakyat agar tidak layu. Untuk itu, Kemenbudpar mendukung penuh penyelenggaraan Festival Jepen 2010 yang diselenggarakan di Tarakan, mulai 30-31 Oktober. Menurutnya, kendati pesertanya baru mencakup kabupaten dan kota di Kalimantan, festival tersebut sudah ditetapkan sebagai festival nasional.

“Festival ini sudah yang ketiga kalinya dan bertujuan memacu masyarakat untuk melestarikan tari Jepen sebagai potensi daerah. Saya lihat tariannya bagus, enerjik, tidak monoton dan menunjukkan nuansa gembira dari muda-mudi. Selain tari Jepen, pertunjukan tarian dan musik dari daerah lain juga akan tampil dalam Festival Jepen 2010,” paparnya.

Fathul berharap melalui perlombaan tari dalam festival Jepen semangat rakyat akan terpompa. Biasanya, kata dia, jauh hari sebelum penyelenggaraan festival masyarakat semangat berlatih untuk mencapai target kemenangan secara sehat. Selain itu, melalui ajang lomba kreasi Jepen terlahirlah Tari Jepen Tungku, Tari Jepen Gelombang, Tari Jepen 29, Tari Jepen Sidabil dan Tari Jepen Tali. Umumnya tari kreasi baru tersebut sudah mengalami perkembangan dalam hal gerakan dan kostum, kendati nafas aseli tari Jepen masih tetap melekat.

“Gerakan dan warna kostum tari Jepen sekarang ini mulai lebih berani, karena setelah difestivalkan orang menilai bahwa yang lebih semarak dan kreatif itulah yang akan menang. Untuk itu, sang koreografer dituntut untuk kreatif dan inovatif,” tuturnya.

0 komentar:

Pasang emoticon dibawah ini dengan mencantumkan kode di samping kanan gambar.

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :p: :q:

Posting Komentar